Jakarta – Satgas Percepatan Sosialisasi Undang-Undang Cipta Kerja menggelar Focus Group Discussion (FGD) dengan tema ‘Penyempurnaan Ketentuan Upah Minimum di Dalam Peraturan Turunan UU Cipta Kerja’ di Jakarta, Senin (10/4). Kegiatan ini membahas segala persoalan mendasar terkait urgensi masalah pengupahan, mulai dari ketimpangan upah di berbagai wilayah hingga rekomendasi-rekomendasi perbaikan terkait upah bagi tenaga kerja di Indonesia.
Wakil Ketua III Satgas UU Cipta Kerja Raden Pardede mengungkapkan perubahan dalam Undang-undang Cipta Kerja yang baru mengharuskan adanya pembahasan ulang terkait komponen-komponen dari upah minimum.
“Kita ingin mendiskusikan secara awal prinsip yang akan dimasukan dalam Peraturan Pemerintah. Akan dijelaskan secara runtut kenapa harus dilakukan review ulang terkait formula dari Kemenaker karena komponen dari upah minimum mengalami perubahan dalam UUCK yang baru,” ujarnya dikutip dalam keterangan tertulis, Rabu (12/4/2023).
Menurut dia, pemerintah harus bisa merumuskan formula pengupahan yang menjadi jalan tengah bagi pihak-pihak yang terkait seperti halnya pengusaha dan juga pekerja.
“Tugas kita adalah menentukan formula seperti apa yang bisa diterapkan sehingga bisa diterima oleh pengusaha dan pekerja,” imbuhnya.
Raden pun berharap peraturan formula pengupahan dapat segera disempurnakan agar tidak ada lagi permasalahan-permasalahan yang muncul di lapangan.
“Kami menyerahkan ‘tongkat’ kepada teman-teman dari Kemnaker. Kita harus segera menyelesaikan penyusunan formula baru ini karena mengingat waktu yang tidak banyak,” ungkapnya.
Di lain sisi, ekonom dari lembaga Center for Strategic and International Studies (CSIS) Adenova Fauri menyampaikan hal yang harus menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan upah adalah tingkat produktivitas pekerja.
“Upah ditentukan oleh produktivitas, jika produktivitas meningkat maka upah akan lebih besar,” tuturnya.
Adenova pun menambahkan temuan di lapangan, dimana masih banyak terjadi hal-hal yang bertentangan dengan apa yang ia ungkapkan tersebut.
“Terdapat pekerja yang sudah bekerja dalam jangka waktu yang lama (di atas 2 tahun) memiliki upah yang cenderung sama dengan pekerja baru (baru bekerja di bawah 2 tahun),” ucapnya.
Sementara itu, Kepala Lembaga Demografi Universitas Indonesia Abdillah Hasan mengusulkan pelibatan Kementerian Dalam Negeri dalam implementasi upah minimum. Menurutnya, hal tersebut penting untuk dilakukan karena akan menambah aspek pengawasan melalui kontrol kepala daerah kepada pengusaha di daerah.
“Implementasi upah minimum harus melibatkan secara penuh Kemendagri, karena yang memberikan sanksi adalah Kemendagri sendiri,” katanya.
Ekonom Universitas Indonesia Turro Selrits Wongkaren mengungkapkan upah minimum seharusnya diberikan kepada para pekerja tahun pertama. Ia juga menyebut kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan yang berbeda antar wilayah tidak secara eksplisit dimasukkan ke dalam formula.
“Beberapa catatan yang dapat saya simpulkan pada formula upah minimum di UU Cipta Kerja terbaru adalah tidak memperhitungkan secara eksplisit perbedaan wilayah yang dimana masih banyak ditemukan ketimpangan antara wilayah satu dengan yang lain,” jelasnya.
Turro menegaskan pemerintah tidak bisa hanya berfokus pada isu upah minimum saja. Menurutnya, ada isu-isu besar lain yang tidak kalah penting dan tak boleh terlupakan seperti perkara jaminan sosial dan persoalan lainnya.
Sedangkan Kapokja Monitoring dan Evaluasi Satgas UU Ciptaker Edy Priyono mengungkapkan kendala yang melatarbelakangi munculnya banyak masalah dari formula pengupahan adalah struktur skala upah yang tidak berjalan dengan baik.
“Problem kita adalah tidak berjalannya struktur skala upah,” ucapnya.
Senada, Sekretaris Satgas UU Cipta Kerja Arif Budimanta mengatakan permasalahan terkait upah minimum (UM) harus segera bisa diselesaikan lewat peraturan baru yang hadir. Ia menyebut dari hasil sosialisasi Satgas UU Cipta Kerja, isu soal UM tersebut kerap muncul di kalangan para tenaga kerja.
“Dari hasil sosialisasi yang dilakukan Satgas UUCK, selalu muncul masalah terkait UM,” tandasnya.
Kegiatan FGD dihadiri sejumlah pimpinan Satgas UU Cipta Kerja, perwakilan dari Kemenaker, serta sejumlah akademisi dari universitas dan lembaga think tank.