Jakarta – Direktur Institut Studi Inovatif Generasi & Humanitas Terpadu (INSIGHT), Dede Rosyadi menegaskan wacana penempatan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) di bawah kementerian sebagai bagian dari usulan Komite Reformasi Polri meskinya harus ditolak.

Pasalnya gagasan tersebut tidak relevan dengan semangat reformasi dan berpotensi menggerus independensi lembaga penegak hukum tersebut.

Menurut Deros, Polri harus tetap berdiri sebagai lembaga profesional dan mandiri agar dapat menjalankan fungsi penegakan hukum tanpa intervensi politik.

“Menempatkan Polri di bawah kementerian justru akan menimbulkan subordinasi baru dan mengancam netralitas aparat penegak hukum. Reformasi 1998 telah menegaskan pentingnya pemisahan Polri dari kekuasaan politik,” ujar Deros, Sabtu (11/10/2025).

">

Ia menilai, pengawasan terhadap Polri seharusnya diperkuat melalui mekanisme akuntabilitas publik dan lembaga pengawas independen, bukan melalui kontrol struktural kementerian.

“Jika yang dikejar adalah pembenahan sistem, maka yang dibutuhkan adalah transparansi, integritas, dan mekanisme pengawasan yang kuat. Bukan menundukkan Polri di bawah kementerian, karena itu sama saja dengan menghidupkan kembali ordebaru yang sudah ditolak reformasi,” tegasnya.

Deros juga mengingatkan bahwa wacana tersebut bisa memunculkan kecurigaan publik terhadap motif politik di balik reformasi kepolisian.

“Masyarakat bisa menganggap Polri sedang diarahkan menjadi alat kekuasaan. Ini berbahaya bagi demokrasi dan cita-cita penegakan hukum yang berkeadilan,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Deros menegaskan bahwa upaya reformasi Polri tetap diperlukan, namun harus diarahkan pada transformasi budaya, tata kelola, dan profesionalisme aparat, bukan pada perubahan struktur kelembagaan yang bisa mengaburkan fungsi independensinya.

“Reformasi Polri tidak boleh mundur ke belakang. Justru harus berorientasi ke depan menjadi institusi modern, transparan, dan berorientasi pada pelayanan publik,” tutup Deros.