Jakarta – Aksi demonstrasi mahasiswa Trisakti yang digelar untuk memperingati 27 tahun Tragedi 12 Mei 1998 berubah menjadi kericuhan. Bukannya menguatkan agenda reformasi, aksi tersebut justru menimbulkan korban dari pihak aparat kepolisian.

Para personel Polri mengalami luka-luka akibat aksi pemukulan oleh sekelompok massa yang mencoba menerobos masuk ke Gedung Balai Kota DKI Jakarta, Rabu sore, 21 Mei 2025. Salah satu petugas, Bripda Khalifah, bahkan mengalami luka serius di bagian belakang kepala akibat hantaman benda tumpul.

Kericuhan pecah ketika massa yang semula tertib tiba-tiba memaksa menerobos penjagaan polisi. Tindakan represif terhadap aparat pun terjadi tak lama kemudian. Akibat peristiwa tersebut, sebanyak 93 peserta aksi ditangkap oleh Polda Metro Jaya.

Menanggapi insiden ini, Ketua Umum Perjuangan Rakyat Nusantara, Kanjeng Pangeran Norman, angkat suara. Ia menyayangkan bahwa peringatan atas tragedi kelam yang seharusnya menjadi ruang refleksi moral, justru dicederai oleh tindakan anarkis yang menjadikan polisi sebagai “tumbal.”

">

“Gerakan moral yang seharusnya mengingatkan negara atas hutang sejarah, justru kehilangan arah ketika kekerasan dijadikan alat ekspresi. Ini bukan semangat Trisakti, ini semangat penghasut,” kata KP Norman, Kamis (22/5/2025).

KP Norman juga mengkritik keras para provokator yang menjadikan momentum sakral ini sebagai panggung kekacauan. Ia mendesak agar tindakan hukum tegas diberlakukan tanpa membedakan latar belakang pelaku, baik mahasiswa maupun pihak luar yang menyusup ke barisan aksi.

“Polisi bukan musuh gerakan mahasiswa. Mereka juga anak bangsa yang bekerja dalam batas konstitusi. Jangan jadikan Polisi tumbal hanya karena kemarahan yang salah arah,” tambahnya.