Jakarta – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM menyoroti aturan pelaksanaan upaya paksa dalam Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP).
Menurut komisi, ketentuan mengenai penyelidikan dan penyidikan memberikan kewenangan yang besar pada aparat penegak hukum. Oleh karena itu, KUHAP baru harus memuat aturan tentang mekanisme sistem pengawasan yang ketat dalam pelaksanaan upaya paksa baik dari internal maupun eksternal penyidik.
Ketua Tim Kajian RUU KUHAP Komnas HAM, Abdul Haris Semendawai, mengatakan penggunaan kewenangan upaya paksa sebaiknya digunakan secara ketat dengan indikator-indikator yang jelas dan terukur.
Penyidik atau penyelidik juga harus membuka peluang bagi pihak-pihak yang merasa dirugikan untuk mengajukan keberatan terhadap upaya paksa.
Terpisah, PB SEMMI, ada sejumlah poin dalam RUU KUHAP yang perlu direvisi yakni mengenai martabat presiden dan wakil presiden, penyamaran saat proses penyelidikan hingga kewenangan advokat.
Mengenai tindak pidana terhadap martabat presiden dan wakil presiden sebagaimana yang dimuat dalam pasal 77 tentang restorative justice (RJ), sebaiknya dihapuskan. Sebab, hal itu bisa diselesaikan jika pelaku meminta maaf.