Jakarta – Empat advokat mengajukan uji materi Pasal 47 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) ke Mahkamah Konstitusi. Sidang perbaikan permohonan berlangsung di Gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat (21/11/2025).
Dalam sidang perbaikan, dua advokat bernama Marina Ria Aritonang dan Yosephine Chrisan Eclesia Tamba menggabungan permohonannya bersama dua advokat lain, yakni Syamsul Jahidin dan Ratih Mutiara Louk Fanggi.
Saat sidang berlangsung, Syamsul berujar, ketentuan dalam Pasal 47 Ayat (1) UU TNI memberikan kewenangan terlalu luas bagi prajurit TNI dan berpotensi menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia. Ia juga menilai Pasal 47 Ayat (2) UU TNI tergolong tidak jelas sehingga menimbulkan ambiguitas.
“Ketidakjelasan norma di dalam Pasal 47 Ayat (2) [UU TNI] membuka ruang yang ambiguitas, yang dalam frasanya terdapat pelanggaran, pelarangan, dan pengecualian,” sebut Syamsul, Jumat (21/11/2025).
Ia turut mempersoalkan peluang prajurit TNI menduduki jabatan sipil tanpa mundur atau pensiun. Hal itu dinilai mempersempit kesempatan kerja warga sipil di pemerintahan.
Di satu sisi, Syamsul mengingatkan, kondisi ketenagakerjaan di Tanah Air semakin tertekan akibat maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) dan meningkatnya angka pengangguran.
“Masalah konstitusional muncul karena pasal ini tidak membedakan secara eksplisit antara lembaga yang termasuk dalam sistem pertahanan negara dan lembaga yang bersifat sipil administratif,” ujarnya.
Dalam petitum, para pemohon meminta MK menyatakan Pasal 47 Ayat (1) UU TNI bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Alternatifnya, pasal tersebut dinyatakan inkonstitusional bersyarat agar hanya berlaku untuk jabatan yang terkait keamanan dan pertahanan negara.
Sementara itu, Wakil Ketua MK sekaligus hakim, Saldi Ista, mengatakan permohonan akan dibahas dalam rapat permusyawaratan hakim untuk menentukan apakah perkara akan dilanjutkan ke pembuktian atau diputus tanpa pembuktian.
“Nanti, Hakim Konstitusi bersembilan, termasuk kami, paling tidak tujuh Hakim Konstitusi yang akan memutuskan, apakah perlu dibawa ke pembuktian atau diputus tanpa pembuktian,” ucapnya saat sidang
