Jakarta – Puluhan kader dan simpatisan PDI Perjuangan menggelar peringatan Tragedi Kudatuli (Kerusuhan 27 Juli 1996) yang ke-29 sekaligus konsolidasi pasca vonis terhadap Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto, pada Minggu pagi di depan kantor DPP PDI Perjuangan, Jl. Diponegoro No. 58, Menteng, Jakarta Pusat.
Acara yang berlangsung sejak pukul 07.15 WIB itu diikuti sekitar 75 peserta dari berbagai elemen partai, termasuk tokoh senior seperti Ribka Tjiptaning, anggota DPR Dedi Sitorus, tokoh Boni, serta jajaran Tim Bamusi, FKK 124, dan fungsionaris DPP PDIP.
Rangkaian kegiatan dimulai dengan doa dan tabur bunga, dilanjutkan dengan refleksi sejarah Kudatuli, dan diakhiri dengan pemotongan tumpeng serta sarapan bersama. Acara juga menyisipkan nuansa konsolidasi internal kader partai menghadapi tekanan politik yang dirasa semakin besar pasca-vonis Hasto Kristiyanto.
Dalam sambutannya, Ribka Tjiptaning menegaskan bahwa tragedi Kudatuli adalah awal dari gerakan reformasi, dan mengingatkan bahwa PDI Perjuangan tidak boleh melemah di tengah represi hukum yang semakin terasa.
“Sekjen kita (Hasto) masih mengalami ketidakadilan hukum. Hukum hari ini lebih buruk dari Orde Baru. Tapi banteng tidak boleh cengeng,” tegas Ribka.
Ia juga menyinggung kekuatan rakyat sebagai modal utama partai sejak era Megawati, dan menyindir pemerintahan saat ini.
Ribka juga meminta agar DPP lebih selektif dalam memilih kader, bahkan menyatakan bahwa partai harus berani mengawasi dan “menculik” pihak-pihak yang berkhianat terhadap garis perjuangan PDIP.