Solo – Aksi Kamisan di Perempatan Gladag, Kamis (7/8/2025), mendadak jadi sorotan nasional. Di tengah kerumunan massa, sebuah bendera bergambar simbol bajak laut dari anime populer One Piece berkibar gagah di udara.
Bukan sekadar hiasan, bendera itu dibawa oleh Dimas Agung, salah satu peserta aksi, sebagai simbol protes terhadap ketidakadilan yang dirasakan rakyat. Menurutnya, One Piece merepresentasikan perjuangan, kebebasan, dan perlawanan terhadap tirani—sebuah gambaran kondisi sosial-politik Indonesia saat ini.
Namun, pengibaran bendera “bajak laut” di momen jelang HUT ke-80 RI memicu perdebatan panas. Ada yang menganggapnya sebagai ekspresi kreatif yang sah, namun tak sedikit yang menyebutnya provokasi dan pelecehan simbol negara.
Anggota Komisi III DPR RI, Abdullah, angkat bicara. Ia menegaskan, tak ada masalah bendera One Piece dikibarkan selama tidak melanggar UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.
“Kreativitas adalah bagian dari kebebasan berekspresi. Tapi jangan sampai melanggar aturan,” ujarnya.
Abdullah mengingatkan agar polemik ini tidak berubah menjadi saling serang. Menurutnya, situasi akan menjadi destruktif jika pengibaran bendera tersebut langsung dikaitkan dengan provokasi, makar, atau tindakan terlarang tanpa dasar hukum jelas.
Kini, publik terbelah—apakah bendera bajak laut di tengah aksi damai adalah simbol perlawanan rakyat atau justru ancaman di momen sakral kemerdekaan? Jawaban itu, tampaknya, akan terus menjadi perbincangan panas hingga perayaan HUT RI nanti.