JAKARTA – Ketua Umum Laskar Merah Putih Arsyad Cannu menilai pengibaran bendera fiksi “One Piece” di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidak menjaga kehormatan simbol-simbol negara.

Laskar Merah Putih adalah sebuah organisasi masyarakat (ormas) yang didirikan pada 28 Desember 2000 dan secara resmi tercatat dalam akta pendirian pada 30 Agustus 2004.

Organisasi ini dibentuk sebagai wadah untuk menumbuhkan semangat nasionalisme, bela negara, dan pengabdian kepada masyarakat.

Arsyad menegaskan pentingnya menjaga kehormatan Bendera Merah Putih yang dianggap sebagai manifestasi dari identitas dan sejarah perjuangan bangsa.

">

“Bendera Merah Putih bukan sekadar kain dua warna. Ia adalah simbol sakral yang menyatukan semangat dan darah juang rakyat Indonesia. Mengibarkan bendera fiksi seperti ‘One Piece’ di ruang publik bisa melunturkan makna tersebut,” kata Arsyad.

Dia pun mengaku prihatin atas maraknya dokumentasi pengibaran bendera bajak laut yang identik dengan serial animasi Jepang “One Piece” di sejumlah daerah.

Simbol tengkorak dengan topi jerami yang menjadi ikon kelompok bajak laut dalam serial tersebut, menurut Arsyad, telah muncul di berbagai ruang terbuka, termasuk saat kegiatan komunitas dan festival budaya.

Walaupun tidak secara eksplisit melanggar hukum, dia menilai fenomena ini menimbulkan persoalan etika kebangsaan, terlebih menjelang peringatan kemerdekaan yang dianggap momentum sakral.

“Ini bukan soal suka atau tidak suka pada budaya asing. Tetapi bagaimana kita membatasi ruang ekspresi agar tidak melukai nilai-nilai nasionalisme dan kedaulatan simbol negara,” kata dia.

Dalam dokumen seruan resmi, Arsyad mengatakan pihaknya menolak segala bentuk pengibaran bendera selain Merah Putih di ruang publik yang berpotensi mengganggu kehormatan simbol negara.

“Kami juga melarang keras penggunaan dan pengibaran bendera “One Piece” serta simbol fiksi sejenis di wilayah NKR,” kata dia.

Selain itu, dia juga mengajak masyarakat, khususnya generasi muda, untuk menempatkan nilai-nilai nasionalisme di atas kegandrungan terhadap budaya populer asing.

“Kami juga menginstruksikan seluruh jajaran Laskar Merah Putih untuk aktif melakukan edukasi serta melaporkan temuan pelanggaran serupa kepada pihak berwenang,” kata Arsyad.

“Kami juga mengimbau aparatur pemerintah dan tokoh masyarakat untuk turut serta menjaga kesucian ruang publik dari penggunaan simbol non-negara yang tidak sesuai,” kata dia.

Dia memahami bahwa pendapatnya memunculkan perdebatan di sejumlah kalangan, terutama di komunitas penggemar budaya Jepang dan anime.

Namun, Laskar Merah Putih menegaskan bahwa langkah ini bukan bentuk represi terhadap kebebasan berekspresi.

“Kami sadar bahwa globalisasi telah membawa pengaruh budaya yang kuat. Tapi setiap bangsa tetap memerlukan garis pembatas. Kita tidak bisa membiarkan simbol asing berdiri sejajar atau bahkan menggeser posisi Merah Putih di ruang publik,” ujar Arsyad.

Ia menambahkan bahwa pihaknya membuka ruang dialog, namun tetap pada kerangka menjaga nilai-nilai luhur kebangsaan.

Ormas Laskar Merah Putih, dikatakan Arsyad, yang telah berdiri sejak awal era reformasi ini menegaskan bahwa sikap mereka lahir dari komitmen menjaga keutuhan NKRI.

“Bagi kami, simbol negara adalah identitas yang tidak bisa dinegosiasikan. MERDEKA! NKRI harga mati, dan Merah Putih harus terus berkibar tanpa saingan di langit Indonesia,” tandasnya.