Jakarta – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah mengkaji wacana penerapan skema satu harga untuk penjualan LPG 3 kilogram (kg) di seluruh Indonesia. Kebijakan ini diharapkan bisa menghapus disparitas harga yang selama ini terjadi di berbagai daerah akibat perbedaan biaya logistik dan kebijakan pemerintah daerah.
Hingga saat ini, harga eceran tertinggi (HET) LPG 3 kg masih ditetapkan masing-masing pemerintah daerah (pemda), sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 104 Tahun 2007 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga LPG Tabung 3 Kg. Kondisi inilah yang dinilai Menteri ESDM Bahlil Lahadalia sebagai penyebab tingginya perbedaan harga di setiap wilayah.
“Negara sudah mengeluarkan subsidi mencapai Rp87 triliun per tahun hanya untuk LPG 3 kg. Namun disparitas harga masih tinggi karena perbedaan penetapan harga di daerah. Ini yang sedang kami evaluasi,” ujar Bahlil di Jakarta, Minggu (6/7/2025).
Bahlil menambahkan, skema satu harga akan mempertimbangkan biaya distribusi dan logistik ke wilayah-wilayah terpencil agar harga LPG tetap terjangkau masyarakat.

Di sisi lain, Ekonom Senior Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Muhammad Ishak Razak, menyebut harga ideal untuk LPG 3 kg dalam skema satu harga berada di kisaran Rp18.000 per tabung di tingkat pangkalan. Menurutnya, angka tersebut mempertimbangkan biaya distribusi sekaligus menjaga keberlanjutan fiskal subsidi pemerintah.
“Kalau terlalu rendah, beban subsidi makin berat. Kalau terlalu tinggi, masyarakat menengah ke bawah akan tertekan. Skema satu harga perlu disusun secara hati-hati agar tidak menimbulkan masalah baru, seperti kelangkaan atau praktik penyelewengan distribusi,” jelas Ishak.
Rencana skema satu harga LPG 3 kg ini kini menjadi sorotan publik. Banyak pihak berharap kebijakan tersebut bisa menurunkan ketimpangan harga dan memastikan subsidi tepat sasaran. Pemerintah berjanji akan mengumumkan hasil kajian dalam waktu dekat.