JAKARTA – Partai Solidaritas Indonesia (PSI) meminta tidak ada yang menyebar tuduhan tendensius dan tanpa dasar terhadap keluarga Presiden ke-7 RI, Joko Widodo.
Hal ini menyusul permintaan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad, agar lembaga antirasuah tersebut menindaklanjuti kasus dugaan korupsi yang diduga menyeret nama anggota keluarga Presiden Jokowi.
“Pada dasarnya masyarakat dari berbagai lapisan berhak mencari informasi terkait penanganan suatu perkara ke penegak hukum,” kata Direktur LBH Partai Solidaritas Indonesia, Nasrullah dalam keterangan tertulis, Jumat (1/11/2024).
“Namun kami juga berharap upaya mencari informasi ini tidak disisipi narasi-narasi tendensius yang menciptakan asumsi-asumsi keliru di masyarakat,” imbuhnya.
Nasrullah juga meminta semua pihak tak mengambil kewenangan KPK dalam menjawab perihal hambatan yang mereka temui atau membandingkan kinerja pimpinan KPK dari masa ke masa.
“Kita juga perlu menjaga marwah KPK sebagai penegak hukum yang berintegritas yang harus terus sama-sama kita kawal,” ujarnya.
Terakhir, Nasrullah berharap semua pihak tidak mengisi ruang publik dengan narasi-narasi yang tendensius ataupun fitnah tanpa dasar.
“Pertarungan Pemilu sudah selesai, saatnya kita berkerja sama untuk Indonesia Maju,” ucap dia.
Sebelumnya, Abraham dan mantan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang bersama Koalisi Masyarakat Sipil meminta Pimpinan KPK untuk menindaklanjuti sejumlah kasus yang menyerat nama anggota keluarga Presiden RI Ke-7 Joko Widodo.
Samad mengatakan, pihaknya sudah menyampaikan hal tersebut dalam pertemuan dengan Ketua KPK Sementara Nawawi Pamolango dan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis (31/10/2024).
“Sebagai mantan pimpinan KPK saya bisa menghitung bahwa ini sudah cukup lama. Dan kelihatannya harusnya ya kalau ideal itu sudah bisa ditingkatkan ke penyelidikan,” kata Samad usai pertemuan dengan Pimpinan KPK.
Samad mengatakan, beberapa kasus yang harus ditindaklanjuti yaitu, laporan dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun terkait dua putra Presiden RI Ke-7 Jokowi, Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep atas dugaan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) pada tahun 2022 lalu.
Kemudian kasus korupsi tambang di Maluku Utara yang menyeret nama Wali Kota Medan sekaligus menantu Presiden Jokowi, Bobby Nasution. Kasus ini dikenal dengan istilah Blok Medan.
Lalu, dugaan Presiden Jokowi menghalagi penyidikan kasus korupsi E-KTP.
“Pada saat itu pimpinan KPK dipanggil (Presiden Jokowi), Pak Agus Rahardjo, dan menurut Pak Agus, Presiden marah dan memerintahkan untuk tidak menindaklanjuti. Ini tadi kita diskusikan bahwa kasus ini harus segera diusut karena ini mudah. Ini pelanggaran terhadap Pasal 21 Abstraction of Justice,” ujarnya.
Samad mengatakan, pihaknya juga meminta Pimpinan KPK menindaklanjuti kasus dugaan penerimaan gratifikasi jet pribadi Kaesang Pangarep.
Ia mengatakan, pimpinan KPK sepakat untuk menindaklanjuti kasus-kasus tersebut di masa jabatan yang tersisa dua bulan.
“Walaupun dia tidak bisa memberikan kepastian tentang rentang waktu menyelesaikan perkara itu. Tapi dia berjanji akan menyelesaikan. Itu janji pimpinan KPK,” ucap dia.