Yogyakarta – Isu liar di media sosial akhirnya terjawab. Polda DIY membongkar kasus judi online (judol) dengan modus licik memanfaatkan celah promo, namun AKBP Saprodin menegaskan: “Ini bukan laporan bandar!”

Lima orang pelaku yang diamankan ternyata bukan “pahlawan” yang menipu bandar, melainkan bagian dari jaringan yang menjalankan aktivitas ilegal secara terorganisir. Penangkapan ini bermula dari laporan warga yang mencurigai sebuah rumah kontrakan di Banguntapan, Bantul, menjadi pusat aktivitas mencurigakan.

Setelah penyelidikan, Subdit V Siber Ditreskrimsus Polda DIY menemukan bukti aktivitas judi online dengan pola mengakali sistem promo situs. Fakta ini mematahkan narasi bahwa polisi “membela bandar” seperti yang ramai di dunia maya.

“Kami tidak punya relasi apalagi kerja sama dengan bandar judi online. Spekulasi di media sosial soal bandar dirugikan oleh lima pelaku, kami tidak tahu kebenarannya,” tegas Saprodin, hari ini.

">

Peneliti dari Centre for Information and Ethics (CIE), M. Chaerul, turut mengingatkan publik agar tidak terjebak simpati keliru.
“Menipu bandar judi tetaplah tindak pidana. Ini bukan perkara siapa korban atau pelaku secara moral, tapi fakta hukumnya jelas: keduanya melanggar hukum,” ujarnya.

Chaerul juga mengkritisi framing media sosial yang memposisikan polisi seolah berpihak pada bandar. “Aparat bertindak berdasarkan bukti, bukan opini viral. Tuduhan itu berpotensi melemahkan legitimasi penegakan hukum,” sambungnya.

Kasus ini kini masih dikembangkan. Satgas Judi Online disebut terus memburu jaringan bandar lintas wilayah, di tengah operasi besar-besaran pemerintah memberantas praktik judol di tanah air.

Pesan pentingnya: Menipu kejahatan tetaplah kejahatan. Dan kali ini, publik akhirnya tahu fakta yang sebenarnya.

Temukan juga kami di Google News.