Jakarta – Ketegangan geopolitik antar Iran dengan Israel semakin memanas. Pada Jumat (20/6) pekan lalu, Tel Aviv memulai serangan udara ke wilayah Negeri Para Mullah itu untuk melumpuhkan sejumlah fasilitas nuklir yang diduga digunakan untuk pengembangan senjata berbahaya.

Sejumlah ekonom menilai konflik berkepanjangan di Timur Tengah dapat mempengaruhi krisis ekonomi di Indonesia. Hal tersebut disebabkan oleh kemungkinan ditutupnya Selat Hormuz oleh Iran. Melalui data Badan Informasi Energi tahun 2024, sekitar 20 juta barel minyak mentah per hari atau 20% dari konsumsi global melewati rute ini.

Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P Sasmita menjelaskan skenario tersebut akan sangat merugikan Indonesia. Karena akan memicu lonjakan harga minyak secara ekstrem.

Kenaikan harga minyak ini, menurut Ronny akan mendorong inflasi dalam negeri karena biaya impor dan transportasi juga melonjak. Di sisi lain, rupiah diperkirakan dapat melemah akibat ketidakpastian global dan peralihan dana investasi ke aset-aset safe haven seperti dolar dan emas.

">

Hal ini akan mendorong Bank Indonesia untuk menaikkan suku bunga untuk menjaga nilai tukar.

Sementara itu, Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin menilai eskalasi konflik yang terjadi di Timur Tengah menjadi perang dunia ke-3 sangat kecil. Kendati demikian, Indonesia perlu menyatakan sikap tegas, menolak aksi unilateral AS-Israel.

Temukan juga kami di Google News.