Jakarta – Desakan agar segera revisi UU 31/1997 tentang Peradilan Militer seiring meningkatnya kasus pelanggaran hukum yang melibatkan prajurit TNI terus mencuat di ruang publik.

Pasalnya, kasus kekerasan yang melibatkan anggota TNI menunjukkan tren peningkatan. Catatan Kontras, 59 peristiwa tindak pidana oleh TNI terjadi pada Oktober 2022-September 2023, dan naik menjadi 64 peristiwa pada 2023-2024.

Staf Divisi Hukum Kontras, Muhammad Yahya Ihyaroza menilai bahwa revisi UU TNI justru memperluas peran militer di ranah sipil, di luar fungsi pertahanan negara dan mendorong maraknya pelanggaran.

Tercatat 65 tindak pidana terjadi pasca revisi. Faktor penyebab tingginya kekerasan di antaranya mentalitas dan arogansi prajurit, pelibatan TNI dalam urusan sipil, minimnya pengawasan, serta budaya impunitas akibat sistem peradilan militer.

">

Lanjutnya, sepanjang 2022-2023 terdapat 117 anggota TNI diadili di peradilan militer. Rinciannya 100 kasus penganiayaan, 17 pembunuhan. Masih kata Yahya, jika dibandingkan dengan peradilan umum yang dapat menjatuhkan hukuman berat hingga seumur hidup, vonis di peradilan militer sangat ringan.

Sementara Koordinator Peneliti Imparsial Annisa Yudha menegaskan bahwa reformasi peradilan militer merupakan langkah mendesak untuk mengakhiri impunitas dan memperkuat supremasi sipil.

Menurutnya, dualisme sistem peradilan antara sipil dan militer masih membuka ruang impunitas, karena anggota TNI yang melakukan tindak pidana umum tetap diadili di peradilan militer.