Jakarta – Peneliti dari Center for Indonesian Ethics (CIE), Muhammad Chaerul, menyerukan agar seluruh pihak menghormati dan menerima dengan lapang dada apapun hasil putusan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI terhadap lima anggota dewan nonaktif, yakni Ahmad Sahroni, Adies Kadir, Surya Utama (Uya Kuya), Eko Patrio, dan Nafa Urbach.
Menurut Chaerul, keputusan MKD sudah melalui proses panjang dan mempertimbangkan berbagai aspek etik, hukum, serta kepentingan kelembagaan DPR secara menyeluruh. Karena itu, masyarakat diimbau tidak menambah kegaduhan baru atau memperkeruh suasana politik yang sudah cukup sensitif.
“Semua sudah ditindak sesuai porsinya. MKD telah menegakkan aturan dengan adil berdasarkan fakta dan bukti yang ada. Tidak ada pihak yang diistimewakan, semua sama di hadapan mekanisme etik dewan,” ujar Chaerul di Jakarta, hari ini.
Chaerul juga menilai, putusan yang dijatuhkan MKD menunjukkan komitmen lembaga legislatif untuk memperbaiki citra dan disiplin etik anggotanya. Ia menyebut bahwa langkah MKD yang memberikan sanksi bervariasi—dari pengaktifan kembali hingga penonaktifan sementara—adalah bentuk keseimbangan antara aspek pembinaan dan penegakan moral politik.
“Yang harus diapresiasi adalah semangat pembenahan dari dalam DPR sendiri. MKD tidak hanya menghukum, tapi juga memberikan ruang koreksi agar para anggota bisa kembali menjalankan fungsi representasinya dengan tanggung jawab dan etika publik yang baik,” jelasnya.
Lebih lanjut, Chaerul mengingatkan publik untuk tidak terpancing narasi provokatif atau upaya adu domba di media sosial pascaputusan MKD ini. Ia menegaskan, situasi keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) harus dijaga agar tidak terjadi eskalasi konflik seperti yang sempat terjadi pada aksi unjuk rasa Agustus lalu.
“Kita semua punya tanggung jawab menjaga kondusifitas negeri ini. Jangan sampai keputusan MKD yang seharusnya menjadi titik klarifikasi justru dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk memprovokasi massa. Mari belajar dari kejadian sebelumnya, jangan biarkan perbedaan pandangan politik kembali melahirkan kerusuhan,” imbau Chaerul.
Peneliti CIE itu menegaskan, demokrasi yang matang harus diiringi dengan kedewasaan publik dalam menerima keputusan lembaga resmi negara. Menurutnya, kritik boleh saja disampaikan, tetapi tetap dalam koridor hukum dan etika sosial.
“Jangan reaktif. Apapun hasilnya, hormati. Kita ingin membangun peradaban politik yang sehat, bukan politik reaktif yang mudah terbakar emosi,” tutup Chaerul.
