Jakarta – Pakar Hukum Tata Negara, Rahmatullah Rorano S. Abubakar, dan Wakil Direktur Imparsial, Husein Ahmad, memberikan pandangan konstruktif terkait penanganan demonstrasi di Indonesia.

Keduanya menekankan pentingnya evaluasi mendalam, penegakan aturan yang proporsional, serta pendekatan dialogis untuk memastikan kebebasan berekspresi berjalan selaras dengan keamanan publik.

Evaluasi dan Penegakan Aturan Jadi Kunci

Husein Ahmad dari Imparsial menyoroti perlunya evaluasi sistematis terhadap penanganan demonstrasi, khususnya pasca-tragedi Kanjuruhan dan unjuk rasa besar 2019–2020.

">

“Gas air mata kadaluarsa dan prosedur yang tidak dievaluasi memicu kekerasan berulang. Jika peraturan Kapolri tentang pengerahan kekuatan diikuti secara konsisten, termasuk gradasi tindakan dari persuasif hingga represif, situasi bisa lebih terkendali,” ujarnya.

Ia juga mengapresiasi kemajuan terbaru Polri, seperti pengurangan penggunaan senjata api dan gas air mata dalam beberapa aksi.

“Ini perkembangan positif, tapi kritik dari publik harus didengar untuk perbaikan lebih lanjut,” tambah Husein.

Kebebasan Berekspresi dan Tanggung Jawab Negara

Menurut Husein, tanggung jawab utama dalam memastikan demonstrasi damai ada di negara, bukan hanya masyarakat.

“Negara wajib memfasilitasi hak menyampaikan pendapat secara aman, dengan pembatasan yang proporsional dan berdasarkan hukum,” tegasnya.

Ia juga mendorong model dialog ala Pancasila sebagai solusi. “Evaluasi akar masalah dan pengendalian diri di lapangan penting untuk memutus siklus kekerasan. Polisi tanpa seragam atau tindakan represif hanya memicu dendam dan eskalasi,” paparnya.

Konstitusi Jamin Kebebasan, tapi Ada Batasan Hukum

Senada dengan Husein, Pakar Hukum Tata Negara Rahmatullah Rorano S. Abubakar menegaskan bahwa kebebasan berekspresi dijamin konstitusi, namun bukan tanpa batas. “Pasal 28E dan 28F UUD 1945 menjamin hak berkumpul dan berpendapat, tetapi UU No. 9/1998 mengatur agar hal ini dilakukan secara bertanggung jawab,” jelas Rorano di Jakarta.

Ia menekankan bahwa demonstrasi tidak boleh melanggar hukum, seperti memicu kerusuhan atau ujaran kebencian. “Aparat memiliki dasar hukum untuk bertindak tegas terhadap anarkisme, tetapi harus proporsional. Ini demi menjaga stabilitas dan hak masyarakat lain,” tambahnya.

Kolaborasi untuk Demokrasi yang Lebih Baik

Pernyataan kedua ahli ini menggarisbawahi pentingnya sinergi antara kepatuhan hukum, evaluasi kebijakan, dan komunikasi antar-pemangku kepentingan. Dengan pendekatan yang lebih terukur dan transparan, baik masyarakat maupun aparat dapat bersama-sama menciptakan ruang demokrasi yang aman dan produktif.

“Kami optimis dengan langkah-langkah perbaikan Polri, tetapi proses ini harus berkelanjutan. Dialog dan evaluasi adalah kunci,” tutup Husein Ahmad, menyambut Hari Ulang Tahun Polri dengan harapan akan kemajuan lebih besar.

Temukan juga kami di Google News.