Jakarta – Kasus kematian anggota Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda NTB Brigadir Muhammad Nurhadi masih terus diselidiki oleh kepolisian. Terutama soal kronologi di balik peristiwa pembunuhan terhadap polisi aktif tersebut.

Brigadir Nurhadi ditemukan tewas di kolam renang sebuah vila ekslusif di daerah Gili Trawangan pada 16 April 2025 lalu. Beberapa jejak luka bekas kekerasan ditemukan pada bagian tubuh jenazah.

Anggota Komisioner Kepolisian Nasional (Kompolnas) Supardi Hamid mengungkapkan, Nurhadi tewas setelah dianiaya oleh pelaku. “(Pelaku) melakukan kekerasan yang langsung mematikan,” ujar Supardi ketika ditemui di Ancol, Rabu, 16 Juli 2025.

Supardi menyatakan, Nurhadi tewas akibat dipiting oleh pelaku di bagian leher. Hal itu diperkuat dengan adanya kondisi leher korban yang patah. “Sebab kematian adalah patah tulang leher dan patah tulang pangkal lidah,” kata Supardi.

">

Menurut Supardi, pelaku yang juga merupakan polisi aktif tersebut diduga seorang ahli bela diri. Sehingga apa yang dilakukannya pada korban langsung berakibat kematian. “Luka berupa patah leher itu kemungkinan besar karena dipiting dengan teknik bela diri,” ucapnya.

Setelah mematahkan leher korban, pelaku kemudian memasukkan tubuh korban ke dalam kolam renang. Menurut Supardi, pelaku melakukan hal tersebut untuk memastikan korbannya benar-benar tidak lagi bernafas.

Supardi juga memastikan bahwa kematian korban tidak disebabkan karena tenggelam seperti yang sebelumnya banyak disebutkan. Penyebab utama kematian Nurhadi adalah patah tulang leher akibat penganiayaan dengan cara dipiting.

“Memasukkan korban ke dalam air hanya cara mempercepat kematian korban, dan juga digunakan sebagai alibi,” tutur Supardi kepada Tempo.

Selain patah tulang leher, Brigadir Nurhadi juga mengalami sejumlah luka di sekujur tubuhnya. Luka-luka tersebut ditemukan dari lecet gerus di dahi, resapan darah di kepala bagian depan dan belakang, hingga luka sobek di kaki kiri. “Paling tidak ada 22 luka,” kata Supardi.

Ahli Forensik Universitas Mataram, Arfi Syamsun juga mengatakan hal serupa. “Pada saat terjadi kekerasaan di daerah leher yang bersangkutan masih hidup, faktanya ada resapan darah di resapan fraktur. Yang bersangkutan berada di air itulah yang mengakhiri hidupnya,” kata Arfi dilansir dari Antara.

Temukan juga kami di Google News.