Jakarta – Public Virtue Research Institute atau PVRI mengkritik rencana pemberian gelar pahlawan nasional bagi mantan presiden Soeharto. Lembaga kajian demokrasi dan kebijakan publik ini menilai, rencana tersebut justru melengkapi segala fenomena kembalinya otoritarianisme Orde Baru.

Direktur Eksekutif PVRI Muhammad Naziful Haq berpendapat, dalam situasi yang telah menyebabkan erosi demokrasi, semestinya dipilih figur yang laik atau memiliki makna demokrasi dan reformasi bersejarah. Soeharto, bukan nominasi yang tepat untuk diberikan gelar pahlawan nasional.

“Secara historis, Soeharto adalah bagian otoritarianisme masa lalu yang mengkhianati cita-cita kemerdekaan,” kata Naziful seperti dilansir Tempo, 26 Oktober 2025.

Dia menilai, rencana pemberian gelar pahlawan nasional bagi Soeharto tidak terlepas dari kian meningkatnya militerisme dan pembungkaman suara kritis yang menandakan babak baru kembalinya otoritarianisme.

">

PVRI, dia melanjutkan, menilai pemberian gelar pahlawan nasional bagi Soeharto tidak saja mengkooptasi struktur pemerintahan, namun juga menjadi upaya untuk memutihkan sejarah sebagai basis legitimasinya.

“Ini bukan preseden yang positif untuk iklim demokrasi di Indonesia,” ujar Naziful.

Pada Kamis 23 Oktober lalu Kementerian Sosial mengusulkan nama Suharto dan 39 nominasi lainnya kepada Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan untuk diberikan gelar pahlawan nasional.

Menteri Sosial Saifullah Yusuf mengatakan, 40 nama yang diusulkan kepada Ketua Dewan Gelar sekaligus Menteri Kebudayaan Fadli Zon telah memenuhi syarat formil. Namun, terkait keputusan diterima atau tidak, Siafullah menyerahkan penuh kepada Fadli Zon.

Adapun, tata cara penetapan pahkawan nasional diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan. Dalam aturan ini, setiap orang, lembaga, atau kelompok dapat mengusulkan nama calon pahlawan nasional.

Nama Soeharto diusulkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah kepada Kementerias Sosial. Kepala Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah Imam Maskur mengatakan, usulan nama Soeharto diajukan oleh Bambang Sadono Center pada Oktober tahun lalu.

Pendiri Bambang Sadono Center adalah Bambang Sudono, politikus Partai Golkar atau partai yang dibesarkan Soeharto selama 32 tahun berkuasa.

Masalahnya, Soeharto dianggap tak laik untuk diberikan gelar pahlawan nasional. Koordinator Kontras Dimas Bagus Arya mengatakan, Suharto bukan seorang taulan karena diduga terlibat dalam sejumlah kasus pelanggaran HAM berat saat memimpin.

Pemberian gelar pahlawan nasional, dia melanjutkan, juga berpotensi menghambat penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM berat, serta menjadi penanda jika negara mengabaikan catatan buruk Suharto.

“Pemberian gelar pahlawan nasional bagi Soeharto makin mempertebal impunitas,” ujar Dimas.

Sumber : Tempo.co