Jakarta – Koalisi Sipil untuk Pembaruan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) bersama Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) menggelar aksi unjuk rasa di depan Gerbang Pancasila, Gedung DPR RI, Selasa (11/6). Mereka menilai revisi RUU KUHAP yang sedang dibahas masih bersifat setengah hati dan tidak menjawab persoalan mendasar dalam sistem peradilan pidana.

Pembatasan Kewenangan Penegak Hukum Dipertanyakan

Alif Fauzi Nurwidiastomo, perwakilan Koalisi Sipil untuk Pembaruan KUHAP, menyatakan bahwa draf RUU KUHAP saat ini dinilai gagal memastikan perlindungan hak asasi manusia (HAM) dalam kerangka negara hukum yang demokratis. Salah satu poin kritis adalah perluasan kewenangan penyidikan kepada Tentara Nasional Indonesia (TNI).

“RUU KUHAP justru memberikan ruang bagi TNI untuk menjadi penyidik dan melakukan upaya paksa seperti penangkapan, penahanan, penyitaan, dan penggeledahan. Ini berpotensi menimbulkan pelanggaran HAM, karena seharusnya penyidikan tindak pidana umum menjadi kewenangan penuh penyidik sipil,” tegas Alif.

">

Koalisi juga menyoroti ketentuan lain yang dinilai bermasalah, seperti mekanisme pengawasan penyidikan yang lemah dan tidak adanya jaminan transparansi dalam proses peradilan.

BEM UI: Aksi Sebagai Bentuk Pengawasan Publik

Rafa Al Gatran, Kepala Departemen Aksi dan Propaganda BEM UI, menegaskan bahwa aksi ini merupakan bagian dari peran *pressure group* masyarakat sipil untuk memastikan proses legislasi berjalan sesuai prinsip keadilan dan hak asasi manusia.

“Kami mendesak DPR dan pemerintah untuk mengkaji ulang pasal-pasal bermasalah dalam RUU KUHAP, terutama yang berkaitan dengan kewenangan TNI. Revisi KUHAP harus menjadi momentum untuk memperkuat perlindungan HAM, bukan justru melemahkannya,” ujar Rafa.

Temukan juga kami di Google News.