Jakarta – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang anggota Polri aktif menduduki jabatan sipil terus menuai kritik. Banyak pihak menilai putusan tersebut memperlihatkan ketidakseimbangan karena tegas terhadap Polri, namun belum tentu diterapkan dengan prinsip yang sama terhadap TNI.
Putusan dalam perkara Nomor 114/PUU-XXIII/2025 itu menyasar Pasal 28 ayat (3) dan penjelasannya dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian. Selama ini ketentuan tersebut menjadi dasar penempatan anggota Polri aktif di berbagai instansi di luar lingkungan kepolisian.
Namun kritik menguat seiring munculnya pengujian serupa terhadap Undang-Undang TNI. Dua advokat, Syamsul Jahidin dan Ratih Mutiara Louk Fanggi, menggugat Pasal 47 ayat (1) UU Nomor 3 Tahun 2025 tentang TNI ke MK. Mereka menilai ketentuan tersebut justru membuka peluang prajurit TNI aktif mengisi jabatan sipil tanpa harus mundur atau pensiun dari dinas militer.
Gugatan yang diregister dengan Nomor Perkara 209/PUU-XXIII/2025 itu disampaikan dalam sidang pendahuluan di MK pada Jumat (7/11/2025). Para pemohon menegaskan bahwa aturan tersebut berpotensi melanggar prinsip supremasi sipil dan menimbulkan ketimpangan antara posisi Polri dan TNI dalam struktur pemerintahan.
">
Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso juga menyoroti persoalan tersebut. Ia menegaskan bahwa konsistensi MK adalah kunci. Menurutnya, apabila MK bersikap tegas terhadap penugasan sipil bagi anggota Polri, maka standar yang sama seharusnya berlaku pada TNI.
Sekjen Gerakan Pemerhati Kepolisian Muhammad juga menegaskan agar prinsip supremasi sipil harus dijunjung tinggi. Putusan MK tidak boleh tajam ke Polri tetapi tumpul ke TNI.
Ia menilai, penerapan standar ganda tidak hanya merugikan institusi Polri, tetapi juga dapat mengaburkan arah reformasi sektor keamanan yang sejak lama menjadi komitmen negara.
Kini publik menunggu apakah MK akan menjaga konsistensi putusan dalam perkara yang melibatkan UU TNI. Sebab bagi para pengkritik, penataan ulang penugasan aparat keamanan di jabatan sipil harus dilakukan secara adil, seimbang, dan berdasarkan prinsip konstitusional yang sama.




