Jakarta – Ketua Umum Gerakan Persaudaraan Muslim Indonesia (GPMI) Syarief Hidayatullah mengingatkan pentingnya menjaga cara penyampaian aspirasi publik agar tidak berubah menjadi tindakan anarkis. Menurutnya, fenomena demonstrasi di berbagai belahan dunia kerap diwarnai dengan kerusuhan, pembakaran, hingga bentrokan dengan aparat keamanan.

“Lihat saja yang terjadi di Prancis saat protes kenaikan harga bahan bakar, atau di Amerika Serikat ketika isu rasisme memicu gelombang demonstrasi. Kerusuhan meluas, fasilitas umum dibakar, dan masyarakat sendiri yang akhirnya dirugikan,” ujar Syarief, di Jakarta, Rabu (17/9).

Ia menambahkan, Indonesia pun tidak luput dari fenomena serupa. Beberapa demonstrasi di Jakarta, NTB, hingga Makassar sempat berakhir ricuh dengan kerusakan fasilitas umum. Padahal, menurut Syarief, aksi unjuk rasa di Indonesia sudah dijamin undang-undang sebagai hak menyampaikan pendapat.

“Hak itu jangan dijalankan dengan cara-cara yang justru merugikan masyarakat luas. Kalau demonstrasi berujung pada bentrokan dengan aparat dan perusakan fasilitas publik, aspirasi yang diperjuangkan bisa hilang fokus. Masyarakat mendukung tuntutan aksi karena untuk kepentingan bersama, tapi kalau caranya anarkis malah kontra produktif,” jelasnya.

">

Syarief menekankan, budaya Indonesia sejatinya adalah santun dan musyawarah. Karena itu, penyampaian aspirasi sebaiknya diarahkan pada jalur yang benar, seperti melalui lembaga perwakilan rakyat atau kanal resmi pemerintah. “Akan lebih kuat kalau disampaikan dengan argumen dan solusi, bukan dengan kekerasan,” tambahnya.

Ia juga menegaskan pentingnya respons cepat dari DPR maupun pemerintah. “Jangan tunggu masyarakat marah karena aspirasinya tidak didengar. Temukan win-win solution. Kalau memang tuntutan masyarakat belum bisa dipenuhi, sampaikan kendalanya secara terbuka. Masyarakat kita sudah cerdas dan memahami kesulitan pemerintah, tapi jangan pertontonkan ketidakadilan,” ucap Syarief.

Pada akhirnya, Syarief berharap ada kesadaran kolektif. Para pengunjuk rasa menyampaikan aspirasi secara damai, sementara DPR dan pemerintah merespons dengan kebijakan yang adil serta komunikatif. “Kuncinya ada di responsivitas. Masyarakat menginginkan keadilan, bukan ketidakadilan. Jangan sampai anarkisme menutupi tujuan mulia sebuah aksi,” pungkasnya.

Temukan juga kami di Google News.