Jakarta – Ketua Front Perjuangan Pemuda Indonesia (FPPI), Sari Wijaya, menegaskan bahwa menjaga perdamaian tidak boleh dimaknai sebagai sikap diam atau pasrah. Menurutnya, perdamaian justru harus hadir melalui keterlibatan aktif masyarakat dalam menyuarakan pendapat, memberikan kritik, dan mengawal demokrasi agar peristiwa kelam seperti “September Hitam” tidak kembali terulang.

“Damai itu bukan berarti diam. Kritik, aksi, dan keberanian bersuara adalah bagian dari partisipasi rakyat untuk memperbaiki demokrasi. Justru represi terhadap kritik itulah yang berpotensi memicu huru-hara,” ujarnya.

Sari menilai, demokrasi yang sehat seharusnya memberi ruang bagi masyarakat untuk berekspresi secara bebas, baik melalui diskusi, aksi damai, maupun gerakan sosial. Hal ini juga sejalan dengan hak-hak konstitusional rakyat yang dijamin undang-undang.

“Demonstrasi atau aksi itu bukan bentuk ancaman, melainkan ekspresi rakyat dalam memperjuangkan perubahan sosial. Kita punya hak yang dilindungi undang-undang untuk bebas berpendapat, berserikat, dan berkumpul,” tegasnya.

">

FPPI menekankan, menjaga situasi tetap damai berarti membangun ruang dialog yang terbuka, bukan menutup kritik. Dengan cara itu, demokrasi tidak hanya berjalan prosedural, tetapi juga substansial memberikan rasa keadilan dan partisipasi nyata bagi seluruh rakyat.

Temukan juga kami di Google News.