Jakarta — Direktur Rumah Politik Indonesia, Fernando Emas, meminta masyarakat untuk tidak terbawa arus opini menyesatkan terkait potongan video yang memperlihatkan momen Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melewati Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo tanpa berjabat tangan dalam acara HUT ke-80 TNI di Monas, Jakarta, pada Minggu (5/10).
Menurut Fernando, publik sebaiknya tidak langsung menilai negatif atau menghakimi berdasarkan potongan video semata. Ia menilai, ada upaya dari pihak tertentu yang mencoba membesar-besarkan momen tersebut agar seolah terjadi ketegangan atau ketersinggungan antara SBY dan Kapolri.
“Publik harus cerdas. Jangan terprovokasi oleh potongan video yang bisa saja diambil tanpa konteks. Bisa jadi, sebelumnya SBY dan Kapolri sudah salaman di belakang panggung atau sebelum acara dimulai,” ujar Fernando, Selasa (7/10).
Fernando menambahkan, hal seperti ini pernah terjadi sebelumnya, saat Wapres terpilih Gibran Rakabuming Raka diframing seolah enggan bersalaman dengan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Padahal, belakangan diketahui keduanya sudah sempat bercanda dan bersalaman lebih dulu sebelum video itu direkam.
">
“Deja Vu! Dulu Gibran diframing ogah salaman dengan AHY, kini giliran SBY dan Kapolri jadi sasaran isu serupa! Jadi menurut saya, pola seperti ini bukan hal baru. Ada pihak-pihak yang sengaja memotong video agar terlihat seolah ada jarak atau ketegangan antar tokoh. Tujuannya jelas, untuk memecah belah dan menimbulkan persepsi buruk di masyarakat,” tegasnya.
Fernando mengajak seluruh elemen masyarakat untuk berbaik sangka dan tidak cepat menarik kesimpulan dari cuplikan video yang beredar.
“Kita semua harus menjaga suasana agar tetap kondusif. Tokoh-tokoh bangsa seperti SBY dan Kapolri tentu memiliki hubungan baik. Jadi, jangan mudah termakan framing yang hanya ingin menciptakan isu sensasional,” pungkas Fernando.




