Jakarta – Sidang lanjutan perkara dugaan suap dan perintangan penyidikan dengan terdakwa Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, turut dihadiri sejumlah tokoh.

Dua diantaranya Mantan Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi dan mantan Wakapolri Komjen (Purn) Oegroseno, mereka hadir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Jumat (18/7/2025). Keduanya berada di ruang sidang sejak awal persidangan.

Edy mengenakan pakaian serba hitam, sementara Oegroseno tampil dengan kemeja putih dan celana panjang hitam. Keduanya duduk di kursi pengunjung bagian depan dan sempat berbincang singkat dengan Hasto sebelum persidangan dimulai.

Sidang kali ini mengagendakan pembacaan duplik. Dalam penyampaiannya, Hasto kembali menyoroti adanya dugaan rekayasa hukum dalam kasus yang menimpanya.

">

Dia menilai proses hukum yang ia hadapi sarat dengan tindakan yang sewenang-wenang.Karena itu, penyusunan duplik dilakukan secara serius guna menjawab secara substansial tuduhan dari penuntut umum.

“Duplik telah saya siapkan dengan sebaik baiknya, sehingga jawaban atas replik yang disampaikan oleh JPU pada intinya gugatan thd keadilan ini merupakan esensi pokok atas terjadinya rekayasa hukum, dan juga berbagai tindakan sewenang wenang,” kata Hasto.

Ketika disinggung mengenai jumlah halaman duplik yang akan dibacakan, Hasto menjawab “Banyak, 48 cukup karena hurufnya gede-gede,” tandas dia.

Dalam kasus tersebut, Hasto Kristiyanto didakwa menghalangi atau merintangi penyidikan perkara korupsi yang menyeret Harun Masiku sebagai tersangka dalam rentang waktu 2019-2024.

Sekjen DPP PDI Perjuangan itu diduga menghalangi penyidikan dengan cara memerintahkan Harun, melalui penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, untuk merendam telepon genggam milik Harun ke dalam air setelah kejadian tangkap tangan oleh KPK terhadap anggota KPU periode 2017-2022 Wahyu Setiawan.

Tidak hanya ponsel milik Harun Masiku, Hasto juga disebutkan memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK.

Selain menghalangi penyidikan, Hasto juga didakwa bersama-sama dengan advokat Donny Tri Istiqomah; mantan terpidana kasus Harun Masiku, Saeful Bahri; dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57.350 dolar Singapura atau setara Rp600 juta kepada Wahyu dalam rentang waktu 2019-2020.

Uang diduga diberikan dengan tujuan agar Wahyu mengupayakan KPU untuk menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) calon anggota legislatif terpilih dari Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan (Sumsel) I atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

Dengan demikian, Hasto terancam pidana yang diatur dalam Pasal 21 dan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Temukan juga kami di Google News.