Jakarta – Dewan Pers angkat suara terkait penetapan tersangka terhadap Direktur Pemberitaan Jak TV, Tian Bahtiar (TB), sebagai tersangka kasus dugaan perintangan penyidikan atau obstruction of justice. Dewan Pers mengambil langkah menghormati keputusan Kejaksaan Agung (Kejagung).
“Sepakat untuk saling menghormati proses yang dijalankan sebagaimana mandat yang diberikan oleh UU. Di Kode Etik Jurnalistik di Pasal 6 khususnya, memang mengatur soal prilaku-prilaku dari para pekerja pers, jurnalis, kalau ada indikasi tindakan-tindakan suap atau penyalahgunaan profesinya, dan itu masuk wilayah etik di Pasal 6 dan Pasal 8,” kata Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu di Jakarta, Selasa (22/4).
Ninik menjelaskan, Dewan Pers tentu akan menilai dua hal, terkait penetapan tersangka terhadap Direktur Pemberitaan Jak TV, Tian Bahtiar (TB). Pertama, soal pemberitaannya apakah ada pelanggaran terhadap kode etik yang termuat di dalam Pasal 3, cover bothside atau tidak pada proses uji akurasi.
Kedua, menilai perilaku dari wartawan, apakah ada nilai-nilai pelanggaran kode etik sebagai wartawan di dalam menjalankan tugasnya. Sebab, jurnalis di dalam menjalankan profesionalisme kerja memerlukan dua hal yang harus berjalan seiring, perusahaan profesional dan jurnalisnya harus profesional.

“Artinya bekerja secara demokratis, bekerja tidak mencampuradukan antara opini dengan fakta, menggunakan standar moral yang tinggi, nggak minta-minta duit, nggak nyuap dan menggunakan asas praduga tidak bersalah,” ucap Ninik.
Lebih lanjut, Ninik menekan prinsip-prinsip tersebut harus dipatuhi dan dijalankan jurnalis untuk menghasilkan karya yang berkualitas. Karena itu, dalam menyikapi kasus ini, Dewan Pers juga akan menindaklanjuti dugaan pelanggaran etik.
“Karena itu, kami menyepakati ada ranah yang dilakukan Kejaksaan dan ada ranah yang dilakukan Dewan Pers,” tegas Ninik.
Sebelumnya, Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar mengatakan, penetapan tersangka terhadap Tian Bahtiar karena kesalahan pribadi. Menurut dia, Tian melakukan tindak pidana secara pribadi dengan menyalahgunakan jabatannya sebagai Direktur Pemberitaan JakTV.
“Dia mendapat uang atas nama pribadi, bukan sebagai Direktur JakTV karena tidak ada kontrak tertulis dengan perusahaan,” ucap Qohar di Kompleks Kejagung, Jakarta, Selasa (22/4) dini hari.
Tian diduga menerima uang sebesar Rp 478,5 juta dari advokat Marcella Santoso dan Junaidi Saibih yang juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Ketiganya diduga merintangi atau menggagalkan secara langsung maupun tidak langsung dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah IUP PT Timah Tbk, dan tindak pidana korupsi dalam kegiatan importasi gula dengan tersangka Tom Lembong.
“Tersangka TB mempublikasikannya di media sosial, media online, dan JakTV news, sehingga Kejaksaan dinilai negatif dan telah merugikan hak-hak para tersangka atau terdakwa yang ditangani oleh tersangka MS dan tersangka JS selaku penasihat hukum tersangka atau terdakwa,” ujar Qohar.
Selain itu, tersangka Junaidi Saibih juga membuat narasi dan opini positif bagi tim advokasinya, serta membuat metodologi perhitungan keuangan negara dalam penanganan perkara yang dilakukan kejaksaan adalah tidak benar dan menyesatkan.
“Kemudian tersangka TB menuangkannya dalam berita di sejumlah media sosial dan media online,” ungkap Qohar.
Bahkan, tersangka Marcella Santoso dan tersangka Junaidi Saibih turut membiayai demonstrasi-demonstrasi dalam upaya untuk menggagalkan penyidikan, penuntutan, dan pembuktian perkara a quo di persidangan. Serta, tersangka Tian Bahtiar mempublikasikan narasi-narasi demonstrasi tersebut secara negatif dalam berita-berita tentang Kejaksaan.
Tak hanya itu, tersangka Marcella Santoso dan tersangka Junaidi Saibih turut menyelenggarakan dan membiayai kegiatan seminar, podcast, dan talkshow di beberapa media online, dengan menarasikan negatif dalam pemberitaan untuk memengaruhi pembuktian perkara di persidangan.
Baca Juga: Kejagung Tetapkan Direktur JAK TV Tersangka, Terima Rp 478,5 Juta untuk Menyudutkan Jaksa di Kasus CPO hingga Tom Lembong
“Kemudian diliput oleh tersangka TB dan menyiarkannya melalui JakTV dan akun-akun official JakTV, termasuk di media TikTok dan Youtube,” urai Qohar.
Qohar menduga, kegiatan itu dilakukan dengan maksud untuk membentuk opini publik dengan berita negatif yang menyudutkan Kejaksaan maupun Jampidsus, dalam penanganan kasus korupsi tata niaga timah maupun importasi gula.
“Sehingga kejaksaan dinilai negatif oleh masyarakat dan perkaranya tidak ditindaklanjuti ataupun tidak terbukti di persidangan. Jadi tujuan mereka jelas dengan membentuk opini negatif seolah-olah yang ditangani oleh penyidik tidak benar, mengganggu konsentrasi penyidik sehingga diharapkan atau harapan mereka perkaranya dapat dibebaskan, atau minimal mengganggu konsentrasi penyidik,” pungkasnya.
Mereka disangkakan melanggar Pasal 21 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.