Jakarta – Peneliti CIE, M. Chaerul mengingatkan publik agar mewaspadai pihak-pihak yang memanfaatkan fenomena viralnya bendera One Piece yang dikibarkan di bawah Sang Merah Putih di Grobogan, Jawa Tengah. Ia menyebut, ada indikasi kuat bahwa momen tersebut sedang ditunggangi dan dipelintir untuk mendeligitimasi Pemerintahan Prabowo-Gibran secara sistematis.
“Isu ini bukan lagi sekadar soal anime atau ekspresi budaya populer. Sudah masuk ke ranah politisasi. Ada upaya menggiring opini publik seolah-olah ini simbol perlawanan rakyat terhadap negara. Ini berbahaya jika tidak dibaca secara kritis,” ujar Chaerul dalam keterangannya di Jakarta, hari ini.
Chaerul menegaskan bahwa tindakan mengibarkan bendera fiksi apalagi di bawah bendera negara harus dipahami sebagai bentuk pelanggaran etika kenegaraan. Namun ia lebih menyoroti bagaimana pihak-pihak tertentu dengan narasi terstruktur mencoba memanfaatkan insiden itu sebagai bahan bakar untuk menyerang legitimasi kebijakan pemerintahan baru.
“Pemerintahan Prabowo-Gibran belum genap satu tahun, tapi sudah diserang dengan cara-cara manipulatif semacam ini. Mereka tahu betul bagaimana isu-isu simbolik seperti ini bisa menciptakan kegaduhan publik jika terus digoreng,” jelasnya.

Lebih lanjut, Chaerul mengingatkan masyarakat agar tidak terprovokasi oleh narasi-narasi emosional yang dibungkus sebagai bentuk ‘protes kreatif’. Ia menyayangkan sebagian konten kreator dan tokoh yang justru ikut menyebarkan tafsir menyimpang terhadap insiden tersebut.
“Kalau kita biarkan hal-hal simbolik seperti ini diseret ke arah agitasi politik, lama-lama tidak ada lagi yang sakral dalam kehidupan berbangsa. Kritik boleh, tapi jangan dengan menabrak norma-norma dasar kebangsaan,” katanya.
Chaerul juga mendorong peran aktif media dan institusi pendidikan untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya memahami simbol negara serta membedakan antara kritik konstruktif dan propaganda destruktif.
“Masyarakat harus diedukasi agar tidak menjadi korban adu domba. Jangan biarkan budaya populer dijadikan alat provokasi untuk menimbulkan ketegangan sosial-politik,” tutupnya.