Jakarta – Aliansi Masyarakat dan Pemuda Nusantara Merah Putih (AMPUH) mendesak aparat penegak hukum segera mengusut tuntas dalang, aktor intelektual, hingga penyandang dana di balik aksi anarkis yang terjadi dalam beberapa hari terakhir.
Sekretaris Jenderal AMPUH, Heru Purwoko, menilai aksi demonstrasi yang awalnya murni menyampaikan aspirasi, justru berubah menjadi tindakan perusakan dan pembakaran fasilitas negara.
“Awal aksi pada 25 Agustus 2025 masih murni, tapi ketika masuk ke 28 Agustus 2025 saya menduga sudah ditunggangi kepentingan lain. Artinya ada pihak yang memanfaatkan situasi ini,” ujar Heru di Jakarta, Selasa (2/9/2025).
Heru mengingatkan masyarakat agar tidak mudah terprovokasi. Menurutnya, kerusakan dan pembakaran terhadap fasilitas negara justru akan merugikan rakyat sendiri.

“Seperti kantor polisi, DPRD, fasilitas umum, hingga kantor pemerintah daerah yang dibangun dengan uang rakyat. Kalau itu ikut dirusak atau dibakar, maka rakyatlah yang dirugikan. Ingat, ada pihak yang menginginkan negara ini kacau,” tegasnya.
Lebih jauh, Heru memastikan aksi anarkis ini tidak terjadi secara spontan, melainkan ada pihak yang sengaja mengatur eskalasi.
“Ada dalang, ada aktor intelektual, penyandang dana, maupun operator lapangan yang memainkan ritme eskalasi ini. AMPUH mendesak Polri segera usut dan seret mereka ke ranah hukum, siapapun mereka—entah mafia, tokoh politik, jaringan asing, atau pihak manapun. Karena akibat ulah mereka, Merah Putih terkoyak, korban jiwa berjatuhan, puluhan kantor kepolisian dan DPRD dibakar, serta wajah Indonesia tercoreng di mata dunia internasional,” tegasnya.
Heru juga mengingatkan agar masyarakat tidak mudah diadu domba, baik antara rakyat dengan aparat maupun antar sesama rakyat. Aspirasi, kata dia, tetap bisa disampaikan dengan damai tanpa harus melakukan perusakan.
“Menyampaikan aspirasi adalah hak yang dijamin undang-undang, tetapi melakukan pengrusakan sama sekali tidak dibenarkan,” ujarnya.
Di sisi lain, AMPUH juga menyoroti perilaku sebagian wakil rakyat dan pejabat negara yang dinilai kurang berempati.
“Para wakil rakyat dan pejabat negara harus menjaga sikap, tutur kata, dan menunjukkan empati terhadap rakyat, terlebih di tengah kesulitan ekonomi yang sedang dialami masyarakat. Jangan justru memamerkan harta dan kemewahan, karena hal itu bisa dijadikan amunisi oleh pihak tertentu untuk memprovokasi rakyat,” pungkas Heru.