Jakarta – Memasuki usia ke-79 tahun, Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dinilai telah menunjukkan berbagai transformasi signifikan dalam menjalankan tugas sebagai pengayom, pelindung, dan pelayan masyarakat. Namun di usia matang ini, momen Hari Bhayangkara ke-79 menjadi saat yang tepat bagi Polri untuk melakukan refleksi mendalam terhadap perannya di tengah masyarakat.
Ketua Umum DPP Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), Haris Pertama, SH, menyampaikan pandangan kritis sekaligus apresiatif terhadap perjalanan Polri. Menurutnya, tantangan institusi kepolisian saat ini bukan hanya soal profesionalisme dan ketegasan, tetapi juga tentang bagaimana menjadi lebih humanis dan dekat dengan rakyat.
“Di era demokrasi modern, polisi bukan lagi alat kekuasaan, melainkan representasi negara yang paling dekat dengan warga. Legitimasi Polri bukan berasal dari senjata, tapi dari kepercayaan publik,” ujar Haris, mengutip pemikiran David Bayley dalam Police for the Future (1994).
Ia menjelaskan bahwa makna sebagai “pengayom” saat ini harus dipahami sebagai kemampuan untuk melindungi dengan empati dan keadilan. Sementara, sebagai “pelindung”, Polri harus hadir tanpa intimidasi dan mampu merangkul seluruh elemen masyarakat, termasuk kelompok rentan. Peran sebagai “pelayan” juga tidak cukup hanya administratif, tetapi harus menciptakan rasa aman dan nyaman secara menyeluruh.

Haris menekankan pentingnya pendekatan community policing yang menitikberatkan pada relasi sosial yang erat antara polisi dan masyarakat. “Sebagaimana disampaikan Skolnick dan Bayley (1988), ketertiban akan lahir bukan karena rasa takut, tapi karena partisipasi dan kepercayaan warga,” jelasnya.
Ia juga menyoroti program transformasi menuju Polri Presisi sebagai langkah positif dalam reformasi institusi. Namun, tantangan ke depan adalah menjaga konsistensi pelaksanaannya hingga ke level paling bawah agar Polri benar-benar hadir, tidak hanya secara fisik, tetapi juga dalam hati masyarakat.
Mengutip laporan United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) tahun 2011, Haris menegaskan bahwa pendekatan berbasis hak asasi manusia bukan melemahkan, tetapi justru memperkuat efektivitas jangka panjang kepolisian. “Polisi yang humanis bukan berarti lunak, tetapi tahu kapan harus bersikap tegas dan kapan merangkul dengan bijak,” tandasnya.
Di momen Hari Bhayangkara ke-79 ini, Haris mengajak seluruh elemen bangsa untuk mendukung transformasi Polri menjadi institusi yang profesional, modern, membumi, dan benar-benar menjadi sahabat rakyat.
“Selamat Hari Bhayangkara ke-79. Mari kita wujudkan Polri yang tidak hanya kuat dan presisi, tetapi juga penuh empati dan berjiwa rakyat,” tutup Haris.