Jakarta – Pengamat Politik Universitas Nasional (UNAS), Selamat Ginting, menegaskan bahwa revisi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) harus benar-benar berpihak pada rakyat kecil serta menyesuaikan dengan perkembangan zaman dan karakter bangsa Indonesia.
Menurut Ginting, politik hukum nasional tidak bisa dilepaskan dari dinamika global dan prinsip-prinsip hukum internasional. Namun, ia mengingatkan bahwa hukum pidana di Indonesia harus tetap berlandaskan pada nilai keadilan yang sesuai dengan budaya dan kebutuhan masyarakat.
“Jangan sampai hukum pidana kita jauh dari prinsip keadilan, terutama keadilan bagi rakyat kecil. Hukum harus melindungi hak asasi manusia dan kepentingan masyarakat luas,” tegasnya.
Ia menilai, perkembangan isu-isu baru seperti perzinahan, pencabulan, hingga fenomena LGBT perlu diatur sesuai karakter bangsa, bukan sekadar mengadopsi perspektif Barat. Selain itu, Ginting mendorong adanya pidana tambahan seperti pidana pengawasan atau kerja sosial untuk kasus-kasus tertentu, terutama yang melibatkan anak.

“Misalnya anak-anak yang suka berkelahi atau anak berkebutuhan khusus yang berhadapan dengan hukum, jangan langsung dihukum sama seperti pelaku dewasa. Ada faktor usia, latar belakang sosial, bahkan kondisi psikologis yang harus dipertimbangkan hakim,” jelasnya.
Ginting juga menekankan pentingnya memperhatikan keragaman daerah dalam penegakan hukum.
“Karakter masyarakat Papua berbeda dengan di Jawa atau Bali. Bahkan tingkat pemahaman hukum pun bisa berbeda. Semua itu harus diakomodasi agar RKUHAP benar-benar kontekstual dan adil bagi seluruh rakyat Indonesia,” pungkasnya.