JAKARTA – Ketua Komisi III DPR Habiburokhman mengungkap empat hoaks yang beredar di masyarakat terkait revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP).
Ia mengatakan, keempat hoaks tersebut beredar di media sosial dan membuat masyarakat menolak pembahasan hingga isi dari RUU KUHAP.
“Saya perlu menyampaikan sedikit klarifikasi, Bapak dan Ibu, terkait adanya hoaks atau berita bohong yang beredar sangat masif di sosial media yang intinya menyebutkan empat hal,” ujar Habiburokhman saat membacakan laporan Komisi III dalam rapat paripurna ke-8 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2025-2026, Selasa (18/11/2025).
Lantas, apa saja empat hoaks yang disampaikan Habiburokhman terkait isi dari RUU KUHAP?
">
Penyadapan Tanpa Izin Pengadilan
Habiburokhman mengatakan, hoaks yang paling sering beredar di media sosial adalah narasi yang menyebut polisi dapat melakukan penyadapan tanpa izin pengadilan.
Terdapat juga narasi yang menyebut bahwa RUU KUHAP mengizinkan kepolisian merekam dan mengakses perangkat digital seseorang tanpa batas.
Tegasnya, aturan terkait teknis penyadapan diatur dalam undang-undang lain. Sedangkan dalam Pasal 136 RUU KUHAP, tidak mengatur soal teknis penyadapan.
“Saat ini, kalau dari pembicaraan lintas fraksi di Komisi III, hampir semua fraksi, bahkan semua fraksi, menginginkan penyadapan itu nanti diatur secara sangat hati-hati dan harus dengan izin ketua pengadilan,” ujar Habiburokhman.
Dapat Membekukan Tabungan Masyarakat Secara Sepihak
Hoaks selanjutnya terkait RUU KUHAP adalah tabungan atau rekening digital masyarakat yang dapat dibekukan kepolisian secara sepihak.
Politikus Partai Gerindra itu menegaskan, pemblokiran tabungan maupun rekening digital harus mendapatkan izin pengadilan. Hal tersebut diatur dalam Pasal 139 ayat (2) RUU KUHAP.
“Kami perlu sampaikan bahwa menurut Pasal 139 ayat (2) KUHAP baru yang, insya Allah, ini akan disahkan, semua bentuk pemblokiran tabungan, data di drive, dan sebagainya, harus dilakukan dengan izin hakim, ketua pengadilan,” ujar Habiburokhman.
Polisi Dapat Mengambil Ponsel Tanpa Prosedur Hukum
Polisi yang dapat mengambil ponsel, laptop, dan data elektronik seseorang tanpa prosedur hukum menjadi hoaks ketiga yang paling sering beredar di media sosial.
Tegasnya sekali lagi, izin pengadilan menjadi hal yang wajib sebelum kepolisian melakukan penyitaan.
“Menurut Pasal 44 KUHAP baru yang akan kita sahkan, bahwa semua bentuk penyitaan itu harus dengan izin ketua pengadilan negeri. Jadi tidak benar,” ujar Habiburokhman.
Hoax terakhir adalah RUU KUHAP mengatur kepolisian yang boleh menangkap, menggeledah, hingga menahan seseorang tanpa adanya konfirmasi tindak pidana.
Pasal 93 dan Pasal 99 RUU KUHAP sudah mengatur secara ketat bahwa tindakan tersebut harus dilakukan secara hati-hati dan didasarkan pada minimal dua alat bukti.
“Hoaks keempat, polisi bisa menangkap, melarang meninggalkan tempat, menggeledah, bahkan melakukan penahanan tanpa konfirmasi tindak pidana. Hal ini juga tidak benar,” ujar Habiburokhman.
DPR sendiri telah RUU KUHAP menjadi undang-undang dalam rapat paripurna ke-8 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2025-2026.
“Tibalah saatnya kami meminta persetujuan fraksi-fraksi terhadap RUU KUHAP apakah dapat disetujui menjadi UU?” tanya Ketua DPR Puan Maharani.
Seluruh peserta rapat paripurna pun kompak menyatakan “Setuju” terhadap pengesahan RUU KUHAP tersebut.




