JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusan nomor 114/PUU-XXIII/2025 mengharuskan seluruh anggota Kepolisian RI (Polri) yang menduduki jabatan sipil agar kembali ke lembaganya. Terlebih lagi, Undang-Undang Polri memuat ketentuan, anggota Polri hanya dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.
Bagaimanapun, ada saja yang menilai bahwa polisi tetap bisa menduduki jabatan sipil. Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Mohammad Choirul Anam menilai, putusan MK tersebut tidak serta merta mengharuskan seluruh anggota Polri yang menduduki jabatan sipil agar ditarik.
Sebab, dalihnya, masih ada regulasi lain yang memperbolehkan polisi menduduki jabatan sipil selama berkaitan dengan tugas kepolisian.
“Menurut UU Polri, ya itu kan memang dilarang kalau tidak berkaitan. Kalau yang berkaitan, memang boleh,” kata Choirul Anam melalui pesan suara kepada Republika, Sabtu (15/11/2025).
">
Ia menilai, regulasi demikian tertuang dalam aturan perundang-undangan tentang aparatur sipil negara (ASN), termasuk dalam Peraturan Pemerintah (PP) tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dalam Pasal 19 ayat 2 UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN disebutkan, jabatan ASN tertentu dapat diisi salah satunya oleh anggota Polri.
Dalam Pasal 147 PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS juga disebutkan bahwa jabatan ASN tertentu di lingkungan instansi pusat tertentu dapat diisi oleh prajurit TNI dan anggota Polri sesuai dengan kompetensi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Ya, itu jika berkaitan memang dibolehkan,” kata sosok yang biasa disapa Cak Anam itu.
Berpedoman kepada regulasi tersebut, Anam menilai, secara normatif polisi masih diperbolehkan untuk menempati jabatan di luar kepolisian. Meski begitu, jabatan sipil yang diberikan tentunya harus berkaitan dengan penegakan hukum atau memerlukan keterampilan khusus kepolisian.
“Ya, misalnya kayak BNN, kayak BNPT, KPK, atau lembaga-lembaga yang lain yang memang erat kaitannya dengan kerja-kerja kepolisian, khususnya penegakan hukum yang tidak bisa tergantikan,” ujar dia.
Ia menambahkan, anggota kepolisian juga berbeda dengan TNI. Pasalnya, Polri pada dasarnya masih merupakan institusi sipil.
Anam mencontohkan, penanganan kasus penyalahgunaan kewenangan di institusi Polri selama ini masih diselesaikan oleh pengadilan umum, yang notabene pengadilan sipil. Hal itu menunjukkan bahwa Polri merupakan lembaga sipil.
Sebelumnya, MK menyatakan frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Pertimbangan hukum Mahkamah yang dibacakan hakim konstitusi, Ridwan Mansyur, menyebutkan bahwa frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” sama sekali tidak memperjelas norma Pasal 28 ayat (3) UU Polri yang mengakibatkan terjadinya ketidakjelasan terhadap norma dimaksud.
Terlebih lagi, adanya frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” telah mengaburkan substansi frasa “setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian” dalam Pasal 28 ayat (3) UU Polri.
Perumusan yang demikian berakibat menimbulkan ketidakpastian hukum dalam pengisian bagi anggota Polri yang dapat menduduki jabatan di luar kepolisian. Hal itu sekaligus menimbulkan ketidakpastian hukum bagi karier ASN yang berada di luar institusi kepolisian.
Karenanya, MK menilai dalil hukum Pemohon yang menyatakan frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU 2/2002 tersebut, telah menimbulkan kerancuan dan memperluas norma pasal a quo. Dengan demikian, ketentuan tersebut dapat menimbulkan ketidakpastian hukum sebagaimana telah dijamin dalam Pasal 28D ayat (1) UUD NRI Tahun 1945.
“Berdasarkan seluruh uraian pertimbangan hukum tersebut, frasa ‘atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri’ dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU 2/2002 telah ternyata tidak memberikan jaminan perlindungan dan kepastian hukum sebagaimana ketentuan Pasal 28D ayat (1) UUD NRI Tahun 1945, sebagaimana yang didalilkan para Pemohon. Oleh karena itu, dalil para Pemohon adalah beralasan menurut hukum untuk seluruhnya,” ucap Hakim Konstitusi Ridwan membacakan pertimbangan hukum Mahkamah.
Dalam salinan Putusan MK, diketahui bahwa jumlah personel Polri yang ditempatkan luar struktur organisasi pada 2025 adalah 4.351 orang. Ini terdiri atas sebanyak 1.184 perwira dan 3.167 bintara/tantama. Jumlah itu meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, yaitu 3.424 orang pada 2023 dan 3.822 orang pada 2024.




