Jakarta — Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang anggota Polri aktif menduduki jabatan sipil memicu kekhawatiran serius dari kalangan akademisi hukum.

Ahli Hukum Universitas Dirgantara, Sukoco, menilai keputusan itu berpotensi meninggalkan kekosongan jabatan pada banyak lembaga negara yang selama ini bergantung pada keahlian teknis kepolisian.
MK sebelumnya mencabut frasa dalam penjelasan Pasal 28 ayat 3 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Akibatnya, anggota Polri yang selama ini ditugaskan mengisi jabatan di luar institusi kepolisian kini harus mengundurkan diri atau berhenti dari Polri.

“Pasal 28 UU Nomor 2 Tahun 2002 hanya terdiri 3 ayat, dengan putusan MK tersebut penjelasan Pasal 28 ayat 3 dinyatakan tidak berkekuatan hukum tetap, sehingga anggota Polri yang menduduki jabatan di luar Polri apapun alasanya harus berhenti dari Polri, dampaknya kementerian atau badan yang memerlukan penugasan dari Kepolisian tidak bisa kecuali berhenti dari Polri atau tetap harus mundur, kelemahanya bagaimana dengan BNN dan lain-lain yang memerlukan Polri?” ujar Sukoco, di Jakarta, Jumat (14/11/2025).

Sukoco menegaskan, lembaga seperti Badan Narkotika Nasional (BNN) secara operasional sangat membutuhkan kemampuan penyidikan dan penindakan yang selama ini identik dengan kompetensi anggota Polri.

">

Larangan total dari MK, menurut dia, justru berpotensi melemahkan kinerja lembaga-lembaga strategis tersebut.

Ia mengkritik pencabutan penuh atas penjelasan Pasal 28 ayat 3, dan menilai MK seharusnya memperbaiki rumusan, bukan menghapusnya secara menyeluruh. Sukoco mengusulkan mekanisme baru yang tetap menjaga prinsip konstitusional namun memungkinkan penugasan tertentu.

“Lain hal ya kalau ayat 3 penjelasanya disempurnakan, menjadi ‘kecuali kementerian di luar Polri namun masih ada sangkut pautnya dengan tupoksi Polri, dengan penugasan Presiden’,” jelasnya.

Menurut Sukoco, rumusan tersebut memberikan ruang terbatas bagi anggota Polri untuk mengisi jabatan yang relevan di luar struktur Polri tanpa melanggar prinsip pemisahan Polri dari jabatan sipil.

“Frasa tersebut masih memungkinkan Polri bisa menduduki jabatan di luar Polri dengan sarat, Pertama, Tupoksi berkaitan. Kedua, Penugasan Presiden,” ungkapnya.

Ia menekankan bahwa pembatasan absolut seperti putusan MK justru dapat menghambat kebutuhan operasional negara dan menggerus efektivitas lembaga yang mengandalkan keahlian kepolisian.

Sukoco mendorong pemerintah dan DPR mempertimbangkan revisi regulasi agar mekanisme penugasan dapat berjalan tanpa bertentangan dengan prinsip konstitusi.

Temukan juga kami di Google News.