Jakarta – Ketua PBHI, Julius Ibrani, menegaskan bahwa hak masyarakat untuk menyampaikan pendapat secara damai (peaceful assembly) harus dilindungi sepenuhnya. Menurutnya, jika ada pihak yang berusaha menodai prinsip tersebut, patut diduga itu adalah infiltrasi yang memang bertujuan merusak tatanan demokrasi.
Dalam keterangannya, Julius membahas dua hal penting: reformasi Polri yang tengah menjadi agenda tim presiden, serta transformasi sistem keamanan nasional. Ia menekankan, pembicaraan soal reformasi Polri tidak bisa berhenti di level eksekutif, melainkan harus kembali pada amanat pasal 30 UUD 1945 terkait pembagian fungsi keamanan dan pertahanan.
Lebih jauh, Julius menyoroti adanya pergeseran fungsi antara TNI dan Polri. “Kami melihat sekarang fungsinya makin terbalik. TNI yang seharusnya fokus menghadapi ancaman dari luar negeri, justru semakin masuk ke ranah sipil. Sementara Polri yang bertugas menjaga ketertiban dalam negeri, malah terlihat semakin keluar dari relnya,” ungkap Julius.
Menurutnya, hal ini tidak bisa dibiarkan. Kehadiran atribut dan pendekatan militer di ruang publik sipil hanya akan mengaburkan batas antara pertahanan dan keamanan dalam negeri. “Pendekatan komando militer untuk urusan sipil itu bahaya. Kalau ini terus berlanjut, kata kunci demokrasi dan hak asasi akan runtuh,” tegasnya.

Julius mengingatkan, transformasi keamanan harus memastikan bahwa Polri kembali fokus pada fungsi sipilnya, sementara TNI tetap pada perannya menjaga pertahanan luar negeri. “Loreng tidak boleh masuk ruang publik. Itu prinsip demokrasi yang harus kita jaga bersama,” pungkasnya.