Oleh: Dr. Tasrif H. M. Saleh, SH., MH. (Tim Penasihat Ahli Kapolri Bidang Kebijakan Publik)
Optimalisasi sumber daya Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dengan pendekatan teknis merupakan kebutuhan mendesak dalam menghadapi dinamika sosial, politik, dan keamanan yang terus berubah. Tuntutan masyarakat akan layanan kepolisian yang presisi dan prima mendorong Polri untuk bertransformasi dari pendekatan keamanan konvensional yang reaktif menjadi pendekatan modern yang proaktif.
Transformasi ini berarti Polri tidak lagi hanya menunggu laporan kejahatan untuk bertindak, tetapi secara aktif mencegah insiden sebelum terjadi. Pendekatan proaktif ini memerlukan fokus pada analisis data, prediksi, keterlibatan dengan pimpinan daerah, dan strategi teknis yang terstruktur. Implementasinya harus menjangkau seluruh struktur Polri, dari Markas Besar Polri (Mabes Polri) hingga ujung tombak yang berhadapan langsung dengan masyarakat, yaitu Bintara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Babinkamtibmas).
Merespons Dinamika Keamanan Kontemporer

Akhir-akhir ini, keamanan kembali menjadi isu utama. Aksi demonstrasi yang berujung pada tindakan kriminal seperti pembakaran dan penjarahan memanaskan situasi. Pola serupa terlihat tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di negara seperti Nepal, yang umumnya melalui tiga tahap:
1. Awal Unjuk Rasa: Dipicu oleh kemarahan publik terhadap elite politik yang dianggap korup dan tidak berpihak.
2. Eskalasi: Meluas akibat adanya korban jiwa dalam aksi atau penanganan aksi, serta pembatasan akses informasi seperti pemblokiran media sosial.
3. Kerusuhan dan Kriminalitas: Ketika saluran politik tidak ditemukan, massa dapat bertindak anarkis dengan menjarah rumah pejabat dan membakar kantor-kantor.
Situasi ini menciptakan rasa cemas dan tidak aman di kalangan masyarakat. Kemarahan massa yang mudah tersulut berpotensi menciptakan efek “jerami terbakar”, di mana individu dapat terdorong untuk ikut dalam tindakan kriminal. Dalam kondisi seperti ini, setiap orang berpotensi menjadi korban.
Blue Print Optimalisasi Sumber Daya Polri
Untuk mencegah eskalasi tersebut, Polri memerlukan blue print yang berfokus pada deteksi dini. Esensinya adalah menghimpun data dan informasi tentang potensi dan gejala yang dapat mengganggu kamtibmas. Kapolri memegang peran kunci dalam memberdayakan seluruh jajaran, dari Kapolda hingga Babinkamtibmas.
Kesuksesan Kapolres Metro Depok dalam mencegah meluasnya unjuk rasa pada September 2023 dan terjaganya ketertiban di Serang menjadi bukti efektivitas langkah proaktif. Kuncinya adalah kehadiran dan kedekatan dengan masyarakat.
Oleh karena itu, Kapolri perlu menerbitkan Surat Edaran yang menegaskan tugas tambahan untuk menyikapi kondisi keamanan saat ini dan menciptakan sistem interaktif antarjenjang. Beberapa langkah konkret yang dapat diimplementasikan:
1. Kapolres secara intensif berkoordinasi dengan Forkompinda (Bupati/Walikota, Ketua DPRD) dan melaporkan isu aktual secara berkala.
2. Kapolsek merangkum laporan dari Babinkamtibmas mengenai setiap indikasi gerakan massa yang berpotensi mengganggu.
3. Seluruh pimpinan wilayah (Kapolda, Kapolres, Kapolsek) bersinergi dengan tokoh masyarakat, agama, dan adat, dengan hasil koordinasi yang dilaporkan secara berkala.
Sistem masukan ini akan menjadi referensi yang konkret untuk pengambilan keputusan.
Adaptasi Teknologi dalam Pelaporan
Efisiensi waktu dalam pelaporan sangat penting. Untuk itu, Polri harus beradaptasi dan berinovasi dengan teknologi melalui skala jangka pendek dan panjang.
1. Jangka Pendek: Memanfaatkan Google Form untuk menyusun laporan dengan sistem indikator kerawanan:
· Merah: Sangat Rawan
· Kuning: Rawan Sedang
· Hijau: Aman Laporan dengan kategori merah dan kuning harus segera ditindaklanjuti dengan pendekatan humanis.
2. Jangka Menengah-Panjang: Mengadopsi Kecerdasan Buatan (AI). Mabes Polri perlu membangun platform analitik big data dan AI yang terintegrasi dengan semua Polda. Platform ini akan mengumpulkan dan menganalisis data dari laporan kejahatan, media sosial, intelijen, dan demografi. Algoritma AI dapat mengidentifikasi pola mencurigakan dan memprediksi ancaman seperti radikalisme atau kerusuhan.
Di tingkat Polres/Polsek, integrasi dengan AI akan membangun Sistem Peringatan Dini Geospasial (GIS). Sistem GIS ini dapat menampilkan hotspot atau area rawan berdasarkan data historis dan real-time, termasuk laporan dari Google Form. Sistem ini akan memberikan peringatan dini dan merekomendasikan penempatan personel secara strategis.
Kesimpulan
Optimalisasi sumber daya Polri bukan sekadar tren sesaat, melainkan sebuah keharusan. Langkah transformatif ini akan memperkuat peran Polri dalam menjaga keamanan dan ketertiban, sekaligus menjadikan institusi ini lebih modern, responsif, dan terpercaya dalam menghadapi tantangan masa depan.