Oleh Ayik Heriansyah
Pengurus Lembaga Dakwah PWNU Jawa Barat
Umat Islam meyakini bahwa Nabi Muhammad ﷺ adalah Nabi dan Rasul terakhir, utusan Allah yang membawa risalah Islam secara sempurna selama 23 tahun.
Kisah kehidupan Beliau saw bukan sekadar sejarah biasa, melainkan sirah nabawiyah, sebuah narasi profetik yang hanya terjadi sekali dan tidak akan terulang. Karena keistimewaannya, sirah menjadi sumber inspirasi dakwah dan gerakan islam yang tak lekang oleh zaman.
Sirah bukan sekadar kronologi peristiwa, melainkan catatan kehidupan Nabi saw yang diriwayatkan layaknya hadits. Pemahaman terhadap sirah sangat bergantung pada sudut pandang pembacanya. Banyak ulama menulis sirah dengan corak masing-masing, dan dari sanalah lahir berbagai manhaj gerakan Islam.

Gerakan Islam seperti Ikhwanul Muslimin (IM) dan Hizbut Tahrir (HT) menjadikan sirah sebagai landasan gerakan. IM menekankan perubahan bertahap dari individu ke masyarakat, sementara HT mengusung revolusi sistemik menuju Daulah Khilafah. Jamaah lain seperti Tabligh, Hidayatullah, dan DI/TII juga menjadikan sirah sebagai inspirasi, meski dengan pendekatan berbeda.
Perbedaan-perbedaan metode gerakan Islam menunjukkan bahwa pemahaman mereka tidak sama terhadap sirah. Oleh karenanya, menjadikan sirah sebagai cetak biru literal untuk konteks modern adalah kekeliruan.
Kehidupan Nabi saw berada dalam bimbingan wahyu dan otoritas kenabian. Kondisi ideal yang mustahil direplikasi oleh gerakan-gerakan Islam. Mustahil gerakan-gerakan Islam mampu 100% meng-copy paste sirah nabawiyah.
Upaya meniru kehidupan Nabi secara harfiah di masa manapun merupakan sikap gebyah uyah (analogisasi dan generalisasi) yang berbahaya. Muncul banyak problem ketika pemahaman terhadap sirah dipaksakan dalam realitas umat kini yang plural dan kompleks. Di mana tidak ada lagi otoritas tunggal yang berhak mengatasnamakan Islam secara mutlak.
Metode-metode gerakan Islam hari ini adalah fiqih, hasil pemahaman terhadap sirah yang bersifat relatif dan kompetitif. Misalnya, fiqih dakwah dan harakah HTI belum tentu sama dengan NU, Muhammadiyah, atau ormas lainnya. Mengklaim satu fikrah sebagai representasi tunggal Islam adalah sikap yang naif dan kontraproduktif.
Oleh karena itu, maka, pendekatan yang lebih realistis adalah mengambil ibrah dari sirah lalu menyusunkannya menjadi prinsip-prinsip dakwah dan gerakan Islam. Yang menjadi formula dakwah yang meneladani manhaj Nabi saw secara kontekstual.
Intinya, mengikuti sirah nabawiyah bukan berarti meniru perjalanan gerakan dakwah Nabi saw secara kaku, tapi mengambil hikmah dan prinsip pokok untuk diaplikasikan secara bijak dalam kondisi umat saat ini yang kompleks dan plural.
Umat Islam saat ini hidup 14 abad setelah Nabi saw wafat. Menyerahkan masa depan umat pada pemahaman sempit tanpa konteks justru akan menghambat kemajuan dan kerukunan antar gerakan Islam karena terjebak pada klaim merasa paling ‘ala minhajin nubuwwah.