Jakarta – Penangkapan dua Aparatur Sipil Negara (ASN) di Aceh ZA dari Dinas Pariwisata Kota Banda Aceh dan MZ dari Kanwil Kemenag Aceh oleh Densus 88, mendapatkan perhatian publik.
Dan menandai babak baru yang lebih mengkhawatirkan dalam peta pergerakan ekstremisme di Indonesia. Fakta bahwa aktor teror justru datang dari dalam institusi negara membuka luka lama: negara belum sepenuhnya kebal dari penyusupan ideologi kekerasan.
Sekjen Kemenag Kamaruddin Amin mengatakan Kementerian Agama mendukung Tim Densus 88 menyelidiki kasus ini dengan mengedepankan asas praduga tak bersalah kepada MZ.
Meski begitu, kata dia, sebagai kementerian yang menggerakkan moderasi beragama, tindakan MZ dianggap tidak bisa diterima. Dia juga menyebut akan memberi sanksi berat terhadap ASN terduga terorisme memang penting secara administratif.

Namun, pernyataan itu tidak cukup menyentuh akar masalah: lemahnya gerakan moderasi beragama secara struktural.
Kritik dari Ken Setiawan dari NII Crisis Center mengaku tidak ada tindakan tegas atas kasus intoleransi yang terjadi berulang di berbagai daerah. Menag dinilai pasif dan cenderung mengecilkan masalah dengan menyebutnya sebagai “kesalahpahaman”.