Jakarta – Peta politik Indonesia berpotensi berubah besar-besaran! Wacana perubahan mekanisme pemilihan Wakil Presiden (Wapres) kembali memicu pro-kontra panas di tengah publik.
Usulan tersebut mencuat dari mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie yang menggagas agar pemilihan Wapres tidak lagi dipilih rakyat dalam satu paket bersama presiden, melainkan ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) berdasarkan satu atau dua nama yang diajukan oleh presiden terpilih.
Dukungan pun muncul dari berbagai pihak. Komunikolog politik Tamil Selvan mendukung penuh wacana ini. Menurutnya, cara baru ini dapat mengurangi politik transaksional yang kerap muncul dari keharusan membangun koalisi partai sebelum pemilu.
“Jika MPR yang memilih Wapres dari nama yang diajukan presiden terpilih, potensi politik uang bisa ditekan seminimal mungkin. Ini langkah maju,” ujar Tamil optimis.

Namun, tidak semua pihak sepakat. Saiful Anam, Direktur Pusat Riset Politik, Hukum, dan Kebijakan Indonesia (PRPHKI), justru mengkhawatirkan dampak wacana ini. Ia menyebut Wapres berpotensi makin terpinggirkan dan sekadar menjadi “ban serep” belaka.
“Kalau usulan ini terwujud, posisi presiden akan sangat dominan. Wapres hanya jadi pelengkap, bukan mitra setara. Ini rawan bagi demokrasi,” tegas Saiful.
Kini publik dibuat bertanya-tanya: Apakah perubahan besar dalam sistem ketatanegaraan ini akan benar-benar terwujud? Atau justru menambah konflik politik baru?